Oemah Cengloe

Tak peduli panas menyengat, Cengloe menyambangi Kota Lama Banyumas (11/4). Meski banyak jalan berlubang sepanjang perjalanan (+/- 18 Km) ke arah selatan Purwokerto. Toh, tak mengurungkan niat kunjungan ke ibu kota pertama Kabupaten Banyumas.

Nuansa klasik penuh sejarah langsung terasa usai motor yang kami tumpangi melintasi Sungai Serayu. Jajaran rumah dan toko bergaya arsitektur jawa kolonial menyambut kedatangan kami. Meski sebenarnya banyak yang tak terawat karena keberadaan bangunan modern dan tak sedikit yang beralih menjadi kantor instansi.

Pemberhentian pertama kami adalah Pendopo Sipanji, pendopo yang hampir selama 427 tahun seusia dengan Kabupaten Banyumas, tetap kokoh berdiri dalam kompleks kadipaten. Melangkah memasuki pendopo, keindahan ornamen dan ukiran (terutama) pada tiang–tiang nampak serasi dengan balutan warna coklat. Puas melihat–lihat, kami melangkah menyusuri kompleks kadipaten yang sekarang telah menjadi kantor Kecamatan Banyumas. Beberapa bangunan yang dulunya kantor pemerintahan, kini dihuni oleh pegawai di lingkungan dinas setempat sebagai rumah tinggal.

Tak hanya klasik, namun nuansa mistis pun cukup terbangun. Di belakang eks–kantor Bupati, terdapat Sumur Mas. Kembang tujuh rupa dan wewangian senantiasa menemani sumur yang konon kabarnya penuh dengan mitos. Bahwa air sumur Mas akan menjadi kering di musim penghujan dan air melimpah di musim kemarau. Ajaib bukan?
Matahari semakin terik, tak dapat berkompromi sejenak, membuat kami ingin beristirahat. Masjid Nur Sulaiman, masjid agung Banyumas, menjadi tempat pilihan kami untuk melepas lelah. Jaraknya tak begitu jauh dari pendopo, hanya tinggal melewati alun–alun untuk sampai ke sana. Masjid besar yang dibangun mengikuti arsitektur jawa kolonial dengan sedikit sentuhan arab. Buktinya terdapat 4 (empat) tiang utama atau soko guru (Jawa), jendela dan pintu–pintu ukuran besar (Kolonial) dan ukiran yg berbaur dengan budaya Arab. Tidak sampai di ditu saja, di Masjid Nur Sulaiman juga terdapat benda bersejarah seperti mimbar khotbah dan bedug besar.

Tak lengkap rasanya melusuri jejak kota lama, tanpa mengunjungi Museum Wayang Banyumas. Ada berbagai hal yang ditawarkan dalam museum ini. Mulai dari koleksi lengkap aneka wayang yang pernah ada di Kabupaten Banyumas, hingga lukisan foto para bupati Banyumas yang pernah menjabat beserta beberapa foto mengenai Banyumas tempo dulu. Di sisi lain museum, koleksi gamelan dengan usia hampir 100 tahun dan koleksi artefak kuno Banyumas menjadi daya tarik tersendiri. Dari dalam museum yang sederhana tersebut, sejarah dan khasanah budaya Banyumas sedikit banyak tersajikan. Meski masih terkesan setengah-setengah.
Perjalanan kami hari itu (11/4) segera berakhir, Alun-alun pun menjadi pilihan kami untuk menutup hari dengan minum segelas es kelapa muda dan makan semangkok mie ayam. Alun–alun yang hampir setiap harinya menyuguhkan barisan PKL serta muda–mudi (anak sekolah) memadu kasih di siang bolong. _Nuansa Arya_

Categories:

Leave a Reply