Oemah Cengloe

Di bangku taman sekolah-lah, Albert dan sahabatnya, Adam, seringkali menghabiskan jam istirahatnya. Di bangku itu, banyak hal yang bisa mereka bicarakan. Dari tugas sekolah yang susahnya minta ampun, lelucon, atau cewek pujaan hati. Kali ini, entah apa yang mereka omongkan. Mungkin serius atau mungkin malah cuma bergosip aja kayak biasanya.

Tapi, hari ini, raut muka Adam nggak secerah biasanya. Pikirannya tampak sedang berkecamuk. Jika sudah seperti itu, biasanya Adam akan mengeluarkan pertanyaan yang nggak terduga. Begitu juga dengan hari ini.

“Eh, Bert. Kenapa sih orang suka banget mbeda-bedain ilmu sosial sama ilmu alam?,” tanya Adam. Albert cuma tersenyum. Dia tau benar, sobatnya itu belum butuh penjelasan darinya.
Adam bercerita. Kemarin, Adam disindir oleh gurunya di kelas 1 dulu. Gurunya menyesalkan kenapa anak sepandai Adam malah milih jurusan IPS. Padahal kelas sosial, bukanlah tempatnya anak-anak pemikir. Tapi, cuma tempatnya anak-anak yang suka main nggak jelas. Bagi Si Guru, kelas IPA jelas jauh lebih bisa menjamin masa depan Adam.

Meskipun nggak asing lagi dengan omongan semacam itu sedari Adam memutuskan masuk IPS. Ia tetap nggak habis pikir kenapa begitu. Adam milih IPS, soalnya Ia memang suka dengan pelajaran-pelajaran bidang sosial. Khususnya ekonomi. Dan, orang tuanya pun telah menyetujui. Seburuk itukah pilihan Adam? Hingga Gurunya itu selalu mencelanya tiap kali berjumpa.
Jujur aja, Adam kecewa dengan polah Gurunya. Gimana mungkin seorang yang masih berpikir, ada cabang ilmu yang lebih hebat, lebih keren, bahkan lebih gaul, dibanding cabang ilmu yang lain. Apalagi Guru itukan digugu lan ditiru. Paling nggak sebagai seorang yang dianggap memiliki ilmu yang banyak. Ah, memangnya dalam pertandingan apa, IPA lawan IPS? “Ah, aku kecewa padanya.” kata Adam singkat.

Sekali lagi, Albert hanya tersenyum. Albert malah tampak sedang mengagumi sahabatnya itu. Dan memang selalu seperti itu. Buat Albert, Adam adalah seorang anak yang luar biasa. Adam selalu mengajukan berbagai pertanyaan yang menarik. Ia selalu penuh rasa ingin tau. Cerdas pula. Yang paling penting, Albert senang dengan Adam yang seperti itu. “Seperti ini pulakah teman-teman sekelas Adam?” tanya Albert dalam hati.

Pun dalam hal ini, Albert menganggap Adam masih lebih beruntung dibanding dengan dirinya. Dulu, Albert, harus berjuang mati-matian, sekedar untuk bisa belajar di kelas itung-itungan. Sampai-sampai, orang tuanya menemui Kepala Sekolah agar Albert bisa masuk IPA. Meskipun, Dia tau benar, nilai pelajaran eksaknya nggak pernah melebihi angka 6. Toh, Dia tetap nggak bisa menahan tekanan, atau lebih tepatnya paksaan, orang tua dan keluarga besarnya. Akhirnya, Albert mesti menjalani kesehariannya dengan berbagai rumus. Dengan tambahan sebutan ‘Si Dungu’ oleh gurunya, pula.

Maka itu, meski tak bicara, Albert juga setuju dengan kata-kata Adam. Dia juga nggak menyukai pembedaan itu. Pembedaan dalam hal bidang yang dikaji, masih okelah. Tapi, kalau sudah sejauh itu, nggak banget deh, pikir Albert.

Melihat sahabatnya berbicara sambil menggenggam tangan bak pemikir, Adam mulai mengajukan pertanyaan lagi. Cuman, sekarang agak mengawang-ngawang. Adam mengandaikannya sebagai virus. “Gimana kalau virus pembedaan ini, terus menjangkiti sampai anak kita yah?”. Kali ini Albert pun diam lagi. Dia nggak mau membayangkannya. Terlebih lagi kalau virus itu menyebar ke seluruh dunia. “Wah, mungkin bisa lebih berbahaya dari HIV/AIDS,” kata Albert, tiba-tiba. Adam mengangguk.

Bayangkan aja, jika para remaja terperangkap oleh virus pembedaan itu. Mereka hanya akan berubah menjadi robot-robot bertubuh manusia. Otaknya tak lagi kreatif. Yang ada cuma soal gengsi semata. Dan yang paling penting, nggak bebas! Nggak bebas nentuin masa depannya sendiri. Albert dan Adam jelas nggak pengen jadi robot kayak gitu. Mereka berdua pengen menikmati masa remajanya seindah mungkin. Bagi keduanya, milih bidang studi sesuai kemampuan dan keinginan adalah salah satu cara menikmati gairah muda mereka. Mereka nggak pengen menyesal suatu saat nanti.

Bel telah berbunyi, pertanda pelajaran segera dimulai. Keduanya kembali ke kelas masing-masing. Albert akan belajar fisika, sementara Adam belajar ekonomi. *immo*

Categories:

Leave a Reply