Begitu banyak perumpamaan yang dibuat tentang hidup. Ada yang
mengumpamakan hidup seperti potongan mozaik yang berserakan, dimana
seiring perjalanan hidup, potongan – potongan itu menyatu membentuk
lukisan perjalanan. Ada pula yang mengibaratkan kehidupan seperti
perjalanan mendaki gunung. Yaitu hendaknya tetap fokus pada tujuan
utama, yakni puncak. Tetapi dengan tetap menikmati indahnya perjalanan,
berhenti sejenak untuk melepas lelah, sesekali menengok ke belakang
untuk mengetahui sejauh mana kita melangkah, lalu terus melangkah ke
depan, pantang menyerah sebelum sampai di puncak. Ada pula yang
menyatakan hidup itu seperti bermain film. Tiap orang telah mendapatkan
peran masing – masing, peran senang, sengsara, kaya, miskin, dan akan
mendapatkan hasil kerjanya di akherat kelak.
11 Maret 2009...
Sedih
hadir lagi, Sepi pun jua. Rasa ini tak mampu aku tepis. Hendak
terungkap, adakah seseorang yang ... Terkadang aku sadar, tak penting
bagiku seseorang itu. Tapi saat-saat seperti ini, selalu mengingatkanku
Kemudian
Khansa menutup buku diarynya, termenung dan menghela nafas panjang. “
Ya Rabbi, Mengapa Engkau tak memberi sahabat untukku ? Mengapa Engkau
tak memberiku kesempatan menikmati indahnya masa muda seperti
teman-temanku yang lain?.......... hm...Sudah jam 9 malam, besok
pengumuman seleksi perguruan tinggi. Ya Allah, aku pasrahkan pada Mu,
kumenanti hari esok. Bismikallahumma ahyaa wa bismikaa amuut....”,
kemudian segera dia terlelap dalam mimpi indahnya.
Kukuruyuuuukkkkk.......
dering alarm hp jago memutuskan mimpinya. Segera dia beranjak untuk
wudhu dan shalat Subuh berjamaah bersama teman kostnya.”Khansa, hari ini
pengumuman ya? Semoga diterima ya.... kalaupun tidak, berarti memang
bukan tempat yang tepat untukmu. Karena Allah sudah mengatur semua ini,
untuk kebaikan hamba-Nya, nanti kabari aku y......”, kata Ana, teman
sekostnya setelah selesai shalat.”Sip.... amiin....”, jawab Khansa.
Bergegas
dia ke sekolah, langsung menuju perpustakaan sekolahnya untuk membuka
internet. Ternyata disana sudah menunggu beberapa temannya yang juga
menanti hasil seleksi. ”Udah buka? Diterima ga? Deg-degan nih.....”
berondong Khansa. ”Ssstt..... sabar bu.... datang-datang kaya sepur ...
Assalamu’alaikum... gitu....”terang Lisa. ”iya-iya...
assalamu’alaikum... udah belum ni....”kata Khansa. “Wa’alaikumsalam....
gitu kan cantik.... he...he...he... belum ni, tapi bentar lagi kok...”,
jawab Lisa.”sudah keluar....”teriak Ika yang sedari tadi diam menatap
layar komputer.”ko namaku ga ada ya? Khansa itu namamu.... coba dicek
nomornya...”,sahut Lisa.”iya benar..., wah...... alhamdulillah.....,
santai Lis, mungkin memang bukan takdirnya kita bersama, ciyeee.... ”,
kata Khansa.”Iya”, jawab Lisa singkat.
Malamnya di kost, ada teman
sekelas Ana yang datang. Namanya Zahra, dia juga diterima di perguruan
tinggi yang sama dengan Khansa. “ Daftar ulang bareng ya... nanti di
sana kita menginap di kostnya temanku. Itu kost akhwat.”kata Zahra.
“Akhwat ? Yang pake jilbab besar itu kaya kamu ? Wah, aku takut... aku
kan ga berjilbab, emang boleh ?”kata Khansa. “Takut ? Berarti kamu takut
sama aku ya? Hi hi hi.... lucu banget si kamu. Orangnya baik ko. Nanti
kalau sudah kenal juga kamu akan mudah akrab dengannya. Kamu termakan
isu yang ga jelas..... emang si beritanya santer, yang berjilbab besar
dianggap sesat, teroris, gitu... padahal salah, itu hanya pemutar
balikkan fakta oleh media, untuk mendiskreditkan syari’at Islam yang
benar. Ah... sudah dulu... ntar malah kamu mumet njlimet lagi... tapi
besok pas ke sana kamu pake jilbab ya... tidak apa-apa kan? Dah sore,
aku mau pulang dulu... assalamu’alaikum,”. “ iya deh.... it’s easy,
wa’alaikumsalam”, tukas Khansa.
Singkat cerita, sampailah Khansa
dan Zahra di kota Atlas calon kampus barunya. Sampai di kost Salsabil,
nama kost itu, mereka disambut antusias oleh Lulu, sang ummi kost. “
Kalian mandi dulu gih, ne kamar buat kalian malam ini, qadarullah yang
punya lagi mudik, jadi bisa dipake dulu. Belum makan kan? Pengin makan
apa ? nanti saya belikan...”kata Lulu. “ok mba, jazakumullah khoir.
belum makan si, tapi ga usah repot-repot lah mba, nanti kan bisa keluar
sendiri...”jawab Zahra.” Wa iyyakum, ga apa-apa ko... sudah, mandi sana,
tak belikan sembarang aja ya?”kata Lulu. “ya deh, ya mba, ga
apa-apa,”jawab Zahra.
“Mba, maaf ya kami merepotkan orang sini,
terutama mba Lulu,”kata Khansa pada malamnya.”tidak apa-apa ko De...
sama sekali tidak merepotkan. Kan kalian berdua tamu di sini. Kami hanya
berusaha semampu kami dalam memperlakukan tamu. Bukankah merupakan
kewajiban seorang muslim untuk memuliakan tamunya?”jawab Lulu.
Hari-hari
terlalui, Khansa kembali pada kehidupannya, menapaki bangku sekolah
yang hanya tinggal hitungan bulan. Pertemuan Khansa dengan Zahra dan
Lulu, sedikit membuka hatinya. Bahwa ternyata selama ini dia masih jauh
dengan kebenaran agama yang dia anut dari lahir.
20 maret 2009
Diary,
perjalanan kemarin sungguh menakjubkan. Di sana aku seperti melihat
seberkas cahaya terang. Cara pandangku terhadap sosok-sosok aktivis
Islam kini berubah. Ada penyesalan kenapa sebelumnya aku tidak tertarik
sedikitpun dengan kegiatan itu. Tapi juga ada rasa syukur karena aku
dippertemukan Allah dengan mereka, sebelum aku tenggelam lebih dalam di
lautan dunia. Apakah ini yang namanya hikmah? Apakah ini yang dinamakan
hidayah? Diary, aku ingin berjilbab seperti mereka, aku merasakan
kedamaian ketika melihat pakaian seperti itu. Aku ingin mempelajari
lebih dalam tentang agamaku. Diary, jadilah kamu saksi atas janjiku.
Bahwa aku berjanji, nanti selepas aku dari SMA, aku akan berjilbab
dengan benar, aku berjanji akan belajar lebih serius dan mengamalkan
ajaran Islam dengan benar.
Sekian bulan berlalu, kini Khansa
resmi seorang mahasiswi, berjilbab sesuai janjinya. Dia kost di
Salsabil, bersama Zahra. Khansa begitu bersemangat dalam menjalani
status awal mahasiswinya. Berbagai organisasi kampus dia ikuti. Jarak
kost-kampus yang mengharuskan dia jalan kaki selama 20 menit, dia jalani
dengan semangat. Hingga suatu hari di sela-sela perkuliahan...
“Sa,
ko kamu betah sih kost di sana? Kan jauh... ga capek? Katanya kamu ga
boleh keluar dari kos setelah Maghrib ya? Ga memberatkan? Padahal
kegiatan organisasi seringnya malam?”tanya Rizki. “Iya sih, aku juga
lagi mikirin itu. Toh aku juga sering pulang malam. Sering melanggar dan
kena iqob. Kalo terus-terusan begini ga nyaman rasanya. Apa mau pindah
kost saja yang lebih dekat ya?”jawab Khansa. Mulailah dia mencari info
kost. Bertanya sana-sini. Sampai teman sekostnya tau dan menanyakan
kebenarannya pada Khansa.”Benar kamu pengin pindah kost, Sa? Kenapa? Mau
pindah kemana? Coba dipertimbangkan lagi, baik buruknya, manfaatnya
bagi dunia-akhiratmu...”kata Zahra suatu malam di kost. “hm.. ga taulah
nanti,”jawab Khansa singkat.
Sekian waktu berlalu, suatu malam di kamar kost...
Kesendirian
ini membuatku merenung, dalam diam ku coba meresapi. Untuk apa aku
berlelah-lelah selama ini? Untuk siapa? Sering ku tak peduli. Untuk
jawaban “demi akhir yang indah”. Kini ku berpikir, indah itu seperti
apa? Klise, menggantung. Lalu kubuka mushaf, kubaca surat Adz Dzariyaat
hingga sampai pada ayat 56 : “ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembahKu”. Kubandingkan dengan jawaban
“untuk akhir yang indah”. Rupanya aku telah keliru menetapkan tujuan
hidupku. Kuingat janjiku dulu, bahwa aku akan belajar lebih serius dan
mengamalkan ajaran Islam dengan benar. Aku tersadar, aku terlena dengan
dunia, aku telah melewatkan sebagian umurku sia-sia. Ya Allah, ampuni
hamba. Kuperbaiki niat dan tujuanku, kuteliti lagi aktivitasku. Karena
amal karena Allah haruslah sesuai dengan aturan Nya. Kalau tujuanku
adalah ridha Allah, tetapi caranya dengan yang dilarang Allah, akan
semakin sia-sia hidup ini.
“Khansa, jadi pindah kost? Kost
bareng aku yuk... ada kamar kosong lho.” tanya Rizki suatu hari.
“Kayaknya ga, Ki. Aku udah betah ko, hehehe...”jawab Khansa. “Kok bisa?”
tanya Rizki heran. “Iya, setelah aku pertimbangkan baik-buruknya,
ternyata aku hanya salah memahami. Bukankah setiap jengkal tanah yang
kita lewat dalam menuntut ilmu dan makhluk disana akan menjadi saksi
atas kita? Bahwa kita sedang menjalankan kewajiban Allah, yaitu menuntut
ilmu. Jadi semakin jauh perjalanan, maka semakin banyak yang dilewati,
semakin banyak saksiku. Aku berharap semoga mereka semua menjadi saksiku
di hadapan Allah kelak. Terus tentang pulang ke kos maksimal Maghrib,
toh itu demi kebaikan penghuninya sendiri. Agar tidak terlalu tenggelam
dalam urusan di luar, tetap ingat istirahat yang merupakan hak atas
badan. Untuk menjaga diri juga sebagai muslimah.”. “O... gitu ya?
Trus...”kata Rizki terpotong oleh datangnya Anis. “eh, dah ngerjain
tugas termodinamika belum? Ajarin dunk... yang mencari efisiensi siklus
Otto. Bingung aku...”serobot Anis. “hehehe... belim Nis, masuk perpus
aja yuk ngerjain bareng,”jawab Khansa. Mereka pun segera larut dalam
tugas kuliahnya.
Sabila, rumah keduaku sekarang,
bersama saudari seperjuangan yang membuat aku tetap bertahan meski jarak
ke kampus relatif jauh untuk jalan kaki. Tapi
tak terasa jauh jika dipandang dari segi ukhrawi. Bukankah setiap
jengkal tanah, tanaman, serta ciptaan Allah yang terlewati akan menjadi
saksi di akhirat kelak ? Bahwa hamba Nya yang lemah ini telah berlelah
mencari ilmu mengharap ridha Nya. Wahai alam, jadilah saksiku kelak di
hadapan Ar Rahman…
nama :
Retno K
no. hp : 085327089595
alamat : jl cempakasari timur 1, sekaran, gunungpati, semarang